Topeng Sidakarya

Seperti diceritakan dalam Babad Dalem Sidakarya karangan I Nyoman Kantun, SH MM dan Drs. I Ketut Yadnya terbitan PT Upada Sastra pada tahun 2003 bahwa Topeng Sidakarya adalah Wali dan simbol perwujudan Brahmana Keling yang melakukan perjalanan ke Madura, Bali, dan terakhir menuju Badanda Negara atau Sidakarya sekarang. Begitu sampai di Bali tepatnya di Besakih Beliau di usir oleh Dalem waturengong yang sedang melaksanakan Upacara di Besakih, merasa diusir dan tidak diakui sebagai Saudara Dalem Waturenggong, merasa diperlakukan sepeti ini Brahmana Keling sebelum pergi mengeluarkan Kutukan atau pastu agar karya tersebut tidak berhasil atau tan sidakarya, bumi dalam kekeringan, hama dan warga kesakitan, apa yang diucapkan Brahmana Keling menjadi kenyataan, untuk mengembalikan keadaan ini atas perintah Dalem Waturenggong di carilah Brahmana Keling yang berada di Bandanda Negara (sekarang Sidakarya) dan akhirnya atas kesidian Brahmana Keling dapat mengembalikan keadaan seperti semula.
untuk menghormati dan sebagai kenangan untuk selanjutnya dibuatkanlah topeng atau tapel oleh pemerintahan Dalem Waturenggong, akhirnya beliau memerintahkan Pasek Akeluddadah untuk pertama kalinya membuat tapel (topeng) yang menggambarkan Sang Tiga Sakti yaitu beliau bertiga, ini merupakan suatu filsafat yang kira-kira artinya begini : Akelud artinya : penyucian = pembersihan =penglukatan = pemarisudha. Dadah artinya : air = air suci (tirta).

Jadi Akeluddadah merupakan tirta pemarisudha atau penyucian / penglukatan segala bentuk mala, lara, roga yang dibuat / disimboliskan melalui tapel / topeng yang dipentaskan berupa tarian sakral pada setiap pelaksanaan karya / yadnya. Karena I Pasek ini berjasa membuat tapel Akeluddadah maka sering beliau disebut I Pasek Akeluddadah. Oleh karena itulah rentetan tirta Sidakarya perlu dibarengi dengan pementasan Topeng Sidakarya. .

Namun perlu diketahui bahwa sampai saat ini belum pemah diketemukan tapel / topeng pertama kali tersebut (yang dibuat oleh I Pasek Akeluddadah) entah dimana keberadaannya dan siapa yang menyimpannya. .

Seperti tersurat di atas bahwa demi kesempurnaan karya pada penutupannya dipentaskan Wali Topeng Sidakarya sebagai ciri pemuput karya. Dalam tarian Topeng Sidakarya ada penari sendirian (memqjeg) ada juga lebih dari satu itu tergantung keadaan. Dalam pementasan Topeng Sidakarya tokoh penting yang ditampilkan adalah :
  1. Tokoh Dang Hyang Nirartha sebagai Pendeta.
  2. Tokoh Ida Dalem Waturenggong sebagai Penguasa Raja / Prabu.
  3. Tokoh Dalem Sidakarya sendiri.

Ketiga tokoh tersebut digambarkan sebagai "Sang Tiga Sakti". Justru penulis berpendapat lebih bahwa ketiga tokoh tersebut merupakan Tiga Serangkai mensejahterakan Jagat Bali, dan terbukti bahwa jaman keemasan kerajaan Bali (Jaman Pertengahan) adalah pada saat "Kekuasaan Dalem Waturenggong". Disamping itu beliau bertiga sebenarnya sudah menerapkan konsep Tri Hita Karana (seperti ajaran Mpu Kuturan) dalam peran dan fungsi beliau masing¬masing seperti :
  1. Dang Hyang Nirartha sebagai Pembina Spiritual / Keagamaan = Parhyangan.
  2. Dalem Waturenggong sebagai Penguasa / Prabu memegang Tata Pemerintahan = Pawongan.
  3. Dalem Sidakarya sebagai Penguasa Alam dan Lingkungan beserta isinya = Palemahan.
Ketiga tokoh tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan yang saling mendukung serta sebagai panutan dan patut kita hormati serta junjung untuk selamanya.

Tipe Topeng Sidakarya
  1. Warna Putih.
  2. Mata topeng sipit.
  3. Gigi jongos.
  4. Wajah setengah manusia setengah demanik-Rambut panjang sebahu (gombrang).
  5. Memakai krudung merajah.
  6. Penari biasanya membawa bokoran berisi canang sari, dupa, beras kuning, sekar ura, sebagai simbol kedarmawanan.
Menari dangkrak-dingkrik dilanjutkan nangkap (ngejuk) anak kecil / penonton diberikan upah uang kepeng ; artinya "Sebagai simbolis mengobati orang sakit serta diberikan kesejahteraan (= mengobati tidak menerima upah). Dan juga diartikan sebagai simbolis siklus kehidupan tiada hentinya dari kelahiran (punarbhawa) yaitu lahir, kecil, muda,tua, mati. .

Setelah itu ngucap (Nguncaran Mantra) yang isinya : "Dadia punang ikang kalan nira, mail Dalem Sidakarya, kadi gelap dumereping randu raja menala, gumeter ikang pretiwi apah teja bayu akasa, lintang trangjana ketekeng surya senjana metu aku saking Mutering Jaghat Sudha butha kala liak, desti teluh trangiana pada nembah tanwani teken aku, apan aku mawak pemari sudha jaghat. Sakuwehing mala, lara, roga, wigena pada geseng. Ong, Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang. .

Setelah nguncaran Mantra tersebut dilanjutkan dengan menebar (nyambehin) beras kuning. Artinya memberikan laba kepada para Bhuta Kala supaya tidak mengganggu ketentraman hidup manusia, Berta menebarkan kesejahteraan pada umat manusia sehingga ketemu rahayuning jagat. Serta dibarengi dengan penebaran sekar ura artinya adalah sebagai simbul medana-dana (bersedekah kepada semua unsur kekuatan butha demi kelancaran upacara. Dengan selesainya pementasan Topeng Sidakarya maka tuntaslah sudah segala rangkaian pelaksanaan karya yang disebut "SIDAKARYA"..
Baca juga artikel menarik lainnya :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar